SELAMAT BERGABUNG DENGAN BLOGNYA MAS KRIS. "ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WA BARAKAATUH"

Minggu, 11 Desember 2011

NILAI UAS SEMESTER 1 KELAS 8 G, H, dan I

KELAS 8 G 1) 71,4 2)78,6 3)68,6 4)78,6 5)85,7 6) 84,3 7)80 8)74,3 9) 82,9 10)77,1 11) 85,7 12)80 13) 82,9 14) 74,3 15) 80 16) 84,3 17) 82,9 18) 81,4 19) 72,9 20) 78,6 21) 77,1 22) 82,9 23) 71,4 24) 74,3 25) 70 26) 80 27) 82,9 28) 81,4 KELAS 8 H 1) 74,3 2) 74,3 3) 80 4)77,1 5)71,4 6)71,4 7)74,3 8)84,3 9)81,4 10) 78,6 11)82,9 12)70 13)82,9 14)77,1 15)80 16)74,3 17)64,3 18)77,1 19)71,4 20)75,7 21)77,1 22)65,7 23)80 24)72,9 25)78,6 26)85,7 27)81,4 28)70 KELAS 8 I 1)64,5 2)82,9 3)81,4 4)71,4 5)74,3 6)78,6 7)72,9 8)74,3 9)64,3 10)81,4 11)80 12)75,7 13)74,3 14)75,7 15)75,7 16)81,4 17)74,3 18)75,7 19)75,7 20)75,7 21)71,4 22)80 23)75,7 24) 80 25)85,7 26)87,1
READ MORE - NILAI UAS SEMESTER 1 KELAS 8 G, H, dan I

Selasa, 22 November 2011

Kisi-kisi UAS kls 8 smt 1 th 2011/2012

1. menuliskan pokok-pokok laporan dengan kalimat singkat menganalisis pola urutan waktu atau ruang dalam laporan 2. menentukan unsur-unsur pokok dalam menanggapi laporan perjalanan (5W+1H). 3. memberikan tanggapan, kritik, saran terhadap laporan perjalanan 4. menentukan langkah-langkah etika berwawancara 5. mampu menentukan topik wawancara 6. membuat daftar pertanyaan untuk wawancara sesuai dg tema 7. mencatat pokok-pokok hasil wawancara 8. mendeskripsikan arah ke tempat yang dituju 9. menyimpulkan isi teks bacaan 10. menentukan sistematika surat dinas 11. menulis surat dinas dengan bahasa baku 12. menulis petunjuk dengan bahasa yang efektif 13. menentukan unsur-unsur pementasan drama (tema, penokohan, setting/latar, alur, amanat/pesan, sudut pandang mengembangkan kerangka cerita menjadi teks drama sederhana
READ MORE - Kisi-kisi UAS kls 8 smt 1 th 2011/2012

KISI-KISI UAS KLS 8 SMT 1 TH 2011

menuliskan pokok-pokok laporan dengan kalimat singkat menganalisis pola urutan waktu atau ruang dalam laporan menentukan unsur-unsur pokok dalam menanggapi laporan perjalanan (5W+1H). memberikan tanggapan, kritik, saran terhadap laporan perjalanan menentukan langkah-langkah etika berwawancara mampu menentukan topik wawancara membuat daftar pertanyaan untuk wawancara sesuai dg tema mencatat pokok-pokok hasil wawancara mendeskripsikan arah ke tempat yang dituju menyimpulkan isi teks bacaan menentukan sistematika surat dinas menulis surat dinas dengan bahasa baku menulis petunjuk dengan bahasa yang efektif menentukan unsur-unsur pementasan drama (tema, penokohan, setting/latar, alur, amanat/pesan, sudut pandang mengembangkan kerangka cerita menjadi teks drama sederhana
READ MORE - KISI-KISI UAS KLS 8 SMT 1 TH 2011

Jumat, 13 Mei 2011

CERPEN "IBU PERGI KE LAUT"

IBU PERGI KE LAUT Karya: Eddie Hara Ayah bilang ibu pergi ke laut. Waktu aku tanya kenapa ibu tidak pulang, ayah menjawab, ibu mungkin tidak pulang. Tentu saja kemudian aku bertanya apakah ibu tidak kangen padaku? Dan ayah menjawab, tentu saja ibu kangen dan tetap sayang padaku. Tapi kenapa ia tidak pulang? Apakah ada seorang anak sepertiku yang ada di laut sehingga ibu tidak mau pulang ke rumah ini? Sepasang mata ayah kemudian berair. Ibu seperti juga ayah, sering sekali pergi. Mereka bisa pergi berhari-hari. Terakhir yang kuingat, malam sebelum ibu pergi, aku melihat ia mengepak barang di dalam tas besar. Enak jadi orang yang sudah besar, pakaiannya banyak. Pagi sebelum ia pergi, ia sempat mencium pipiku, lalu seperti biasanya, ia mencium pipi ayah, kemudian ayah mengantar ibu. Enak jadi orang yang sudah besar, bisa pergi ke mana-mana dan tidak harus terus berada di rumah. Sewaktu ibu mengepak barang, seperti biasanya aku bertanya apakah ia akan pergi ke Jakarta seperti biasanya? Ibu menggeleng. Apakah ke Surabaya? Apakah akan ke Medan? Apakah akan ke Bali? Ibu juga menggelengkan kepala. Lalu aku bertanya, terus pergi ke mana? Ibu bilang pergi agak jauh, ibu mau pergi ke Aceh. Aku bingung. Di manakah Aceh itu? Lalu ibu menjelaskan bahwa kalau pergi ke sana kita harus menyeberangi laut. Ibu akan naik kapal? Ibu kembali menggelengkan kepala. Ia menjawab akan naik pesawat terbang. Wah, kenapa tidak naik kapal? Kan enak, bisa melihat banyak air. Ibu hanya tersenyum dan mencium pipiku. Ada saatnya aku tidak suka dicium, apalagi jika ciuman itu meninggalkan rasa panas di pipi. Kenapa banyak orang yang mencium pipiku, tapi terasa sangat panas. Tapi lama ibu tidak juga pulang, setiapkali aku bertanya di mana ibu, ayah menjawab, ibu pergi ke laut. Enak jadi orang yang sudah besar, setelah pergi ke suatu tempat bias langsung pergi ke tempat lain. Setelah pergi ke Aceh, bisa pergi ke laut. Semua orang tiba-tiba terlihat makin sayang sama aku. Tetangga-tetanggaku, tante-tanteku, semua terlihat semakin sayang. Nenek dan kakekku bahkan perlu tinggal berminggu-minggu setelah ibu pergi ke laut. Bergantian mereka mengelus-elus rambut dan memelukku, apalagi ketika menonton televisi. Di televisi, aku melihat banyak bangunan yang rusak. Aku melihat air yang berlimpah banyak menghanyutkan orang dan barang. Aku senang sekali dengan air. Aku bertanya dari mana air sebanyak itu? Nenek bilang air itu datang dari laut. Lalu aku teringat ibu. Bukankah ibu ada di laut? Nenek dan kakekku lalu terdiam. Mata mereka berair. Ibu tahu aku lebih senang air daripada udara. Aku lebih senang ikan daripada burung. Dulu ibu sempat bertanya mengapa? Aku menjawab, habis enak kalau main air. Dan ikanikan itu terlihat lebih segar daripada burung. Lagipula, bukankah burung bisa terjatuh ketika terbang? Sedangkan ikan tidak mungkin jatuh. Aku pernah beberapa kali jatuh. Dan jatuh itu sakit. 218 Ibu pintar berenang. Aku sering diajaknya ke kolam renang. Di kolam renang ibu bisa seperti seekor ikan yang besar. Ia berenang ke sana ke mari. Sering pula aku menumpang di punggungnya. Dan aku tahu alangkah enaknya menjadi ikan. Aku ingin cepat bisa berenang. Aku ingin seperti ibuku. Aku ingin seperti ikan. Aku pernah bertanya kepada ayah, apakah ibu di laut menjadi ikan? Ayah bilang tidak, ibu tetap menjadi ibu. Tapi berenang terus dan hidup di air bukankah akan membuat ibu capek? Ayah bilang tidak sebab ibu orang hebat. Aku senang sekali. Ibu memang hebat. Dan di laut, tentu ibu akan seperti yang pernah diceritakannya. Ibu pernah bercerita bahwa ada ikan-ikan besar yang baik hati di laut. Ikan-ikan itu banyak menolong kapal-kapal yang akan tenggelam. Mungkin ia menjadi pemimpin ikan yang senang menolong itu. Kalau aku sudah bilang seperti itu ke ayah, ia kelihatan bangga, tapi bibirnya kelihatan gemetar dan matanya kembali berair. Ayah kembali bilang, makanya aku tidak usah menunggu ibu pulang sebab di laut ibu sedang menunaikan tugas-tugas mulia menyelamatkan kapal yang akan tenggelam. Aku mengangguk mengerti, dan ayah memelukku. Ada saatnya aku tidak suka dipeluk, apalagi jika pelukan itu membuat tubuhku terasa sakit. Sebetulnya aku sangat rindu kepada ibu. Aku rindu cerita-ceritanya, aku rindu diajak ke kolam renang, aku pengin dibuatkan kue-kue yang enak. Tapi kalau kemudian aku ingat bahwa ibu harus memimpin ikan-ikan yang baik hati, aku hanya bisa diam. Pasti ibu kasihan melihat kapal-kapal yang akan tenggelam. Di dalam kapal itu pasti banyak anak kecil seusiaku yang belum bisa berenang. Ya, ibu harus menyelamatkan mereka. Tapi, setidaknya aku berharap ibu akan meneleponku seperti yang dulu-dulu jika ia pergi dalam waktu yang cukup lama. Mungkin di laut tidak ada telepon. Kalu tidak ada telepon, setidaknya ibu bias menitipkan surat untukku lewat kapal-kapal yang telah diselamatkannhya. Atau janganjangan ibu terlalu sibuk. Mungkin aku yang harus mengiriminya surat terlebih dahulu. Tapi aku tidak bisa menulis surat. Lalu aku teringat Mbak Memi. Siang itu aku menunggu mbak Memi pulang dari sekolah. Ia tinggal di depan rumah kami. Ia sudah sekolah SD dan temannya banyak. Aku sudah sering bilang ke ibu bahwa aku pengin juga sekolah. Ibu selalu tersenyum jika aku bilang seperti itu. Katanya, sebentar lagi aku pasti sekolah. Ketika dari jauh aku melihat Mbak Memi pulang sekolah, aku langsung bilang ke Bi Nah kalau aku akan main dengan Mbak Memi. Mbak Memi orangnya baik. Ia sering mengajak dan menemaniku bermain. Dulu, ibu juga sering mengajak Mbak Memi ke kolam renang. Kalau ibu habis bepergian, ia juga sering memberi oleh-oleh untuk Mbak Memi. Tapi Mbak Memi terlihat bingung ketika aku bilang bahwa aku ingin dia menuliskan surat untuk ibuku. Ia bilang, kalau aku ingin menulis surat untuk ibuku, aku harus tahu alamatnya. Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan alamat. Kemudian ia bertanya, di mana ibu berada? Aku bilang ibu ada di laut. Mbak Memi diam. Tak lama kemudian ia terlihat tersenyum.”Dinda, aku tahu bagaimana cara untuk menulis suratuntuk ibumu.” 219 Ia kemudian mengambil sehelai kertas, dan bertanya padaku apa yang ingin kusampaikan pada ibuku. Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sangat rindu pada ibu, tapi aku tahu kalau ibu memiliki tugas yang berat, yaitu menyelamatkan kapal-kapal yang akan tenggelam. Mbak Memi menuliskan pesanku, ia kemudian bertanya, “Ada lagi yang lain?” aku menggelengkan kepala. Kemudian kulihat Mbak Memi kembali bingung. Kemudian ia bertanya lagi, “Dinda, kamu bisa tanda tangan?” Aku bingung. Aku menggelengkan kepala. “Menurut guruku, kalau kita mengirim surat, lebih baik ada tanda tangannya. Biar ibumu tahu kalau yang mengirim ini benar-benar kamu. Bukan surat yang palsu.” Aku kembali menggelengkan kepala. Entah kenapa aku merasa sedih. Enak betul kalau sudah sekolah, diajari membuat surat, diajari membuat tanda tangan. “Aku tahu” tiba-tiba Mbak Memi terlihat senang. Lalu ia mengoleskan penanya ke jempol tanganku dan memintaku untuk menempelkan di kertas surat yang baru saja ditulisnya. “Dinda ini namanya cap jempol. Itu sama saja dengan tanda tangan.” Aku senang sekali. “Dinda menurutku lebih baik kamu juga memberi fotomu untuk ibumu. Mungkin ia membutuhkan fotomu kalau ia kangen sama kamu.” Aku tersentak. Dengan segera aku balik ke rumah dan mengambil beberapa lembar foto yang ada di album. Tapi, waktu aku bawa semua ke rumah Mbak Memi, ia bilang cukup satu saja. Lalu kupilih satu foto sewaktu aku digendong ayah. Bukankah ibu juga butuh foto ayah jika ia kangen? Fotoku itu dimasukkan ke amplop dan dilem kuat oleh Mbak Memi. “Dinda, siapa nama lengkap ibumu?” kali ini aku sangat senang. Aku hafal nama lengkapku, nama lengkap ayahku dan juga nama lengkap ibuku. Aku juga bisa menuliskan nama-nama itu. Lalu aku minta pada Mbak Memi agar aku saja yang menuliskan nama lengkap ibuku. Selesai menulis nama lengkap ibuku, aku mengembalikan amplop itu ke Mbak Memi karena ia yang harus menuliskan alamat ibuku. Selesai menuliskannya Mbak Memi memberikannya lagi ke aku sambil menunjukkan di mana aku harus menuliskan namaku sendiri. Selesai sudah. Kini Mbak Memi membacakannya untukku. “Untuk ibu Maya Sophia di laut. Dari Dinda Sophia Zaki.” Aku senang sekali. Apalagi sewaktu Mbak Memi membaca nama lengkapku. Namaku Dinda. Sophia nama ibuku. Zaki nama ayahku. Mbak Memi kemudian membungkus lagi amplop itu dengan sebuah plastik bening. Ia bilang supaya tidak basah. Aku bertanya kenapa takut basah? Bukankah akan diantar pak pos? Mbak Memi menggelengkan kepala. Ia bilang tidak mungkin lewat pak pos. aku kembali merasa sedih. Lalu lewat siapa? Mbak Memi menjawab lewat kapal-kapalan. Lewat kapal-kapalan? Kenapa begitu? Mbak Memi lalu menjelaskan. Menurut bu gurunya, semua sungai itu mengalir ke laut. Jadi, nanti kami akan membuat sebuah kapal dari kertas yang dilapisi plastik untuk membewa suratku pada ibu. Aku lega. Dan tidak lama kemudian Mbak Memi sudah sibuk membuat kapal kertas yang cukup besar dari bahan kertas kalender. Ia melapisi kapalkapalan itu dengan plastik, lalu merekatkan amplop yang berisi suratku di dalamnya. Enak sekali jadi anak sekolah. Bisa membuat apa saja dan tahu banyak hal. 220 Mbak Memi mengeluarkan sepeda mininya. Ia kemudian menemui Bi Nah untuk meminta izin pergi bersamaku naik sepeda. Dengan membawa kapal kertas yang berisi surat, aku membonceng Mbak Memi menuju sungai. Di dekat gapura yang akan menuju rumahku, ada sungai. Sekalipun aku senang sekali melihat sungai itu, tapi aku tidak pernah main di sungai. Kali ini, aku merasa semakin senang dengan sungai kecil ini. Lewat sungai ini aku bisa berhubungan dengan ibuku. Sebelum kapal kami luncurkan di air, Mbak Memi memintaku berdoa agar kapal itu bisa selamat membawa suratku ke ibu. “Doanya apa ya Mbak?” “Kamu bisa Al Fatihah?” Aku mengangguk ragu. Ibuku sering mengajari aku Al Fatihah tapi aku sering lupa. Al Fatihah terlalu panjang. Lebih panjang dibanding doa sebelum tidur atau doa sebelum makan. Lalu aku berusaha mengingatnya. Dengan malu akhirnya aku bertanya ke Mbak Memi “Mbak sebelum iya kana`budu apa ya?” “Malikiyau midin, Dinda” Mbak Memi kemudian mengajakku membaca al fatihah bersama-sama. Setelah selesai, kapal kami turunkan ke air. Kapal melaju dengan tenang. Aku yakin kapal itu akan sampai ke laut dan ibuku pasti senang menerimanya. Sebelum kami pergi, aku berkata kepada Mbak Memi “Mbak, kalau ibu membalas suratku lewat apa?” Mbak Memi diam kemudian menjawab “Lewat hujan Dinda” “Kenapa lewat hujan? “ “Kata bu guru, hujan itu berasal dari air yang menguap. Air di danau, di sungai, di laut menguap karena panas matahari. Uap itu kemudian berkumpul menjadi awan kemudian turun menjadi hujan” Aku bingung. Tapi itu tidak penting. “Lalu surat dari ibuku ikut turun bersama hujan, ya?” Mbak Memi kembali diam. “Mungkin Dinda, tapi coba kamu tanyakan pada ayahmu nanti” Aku tersenyum lega. Aku membayangkan alangkah indahnya. Surat dari ibuku naik ke langit, lalu ada di dalam awan dan kemudian turun bersama hujan ke rumahku. Mungkin akan tertempel di daun, mungkin akan tertempel di jendela, mungkin juga ada di pagar rumah. Sesampai di rumah Mbak Memi, sebelum aku pulang aku sempat bilang padanya, “Mbak, kalau hujannya besok turun waktu ayah sedang kerja di kantor, aku dibacakan suratnya, ya?” Mbak Memi tersenyum dan mengangguk. Aku senang sekali. Sehabis makan malam dengan ayah, tak sabar aku menceritakan apa yang telah kulakukan tadi siang bersama Mbak Memi. Ayah mendengarkanku. Dan seperti biasanya, bibirnya terlihat bergetar, dan matanya terlihat berair, sebelum kemudian memelukku erat. “Ayah, apakah ibu akan membalas suratku lewat hujan?”. 221 Ayah diam. Lalu ia mengangguk pelan. Aku lega. Aku mulai membayangkan ketika hujan turun ada sehelai amplop terbungkus plastik bening yang hinggap di jendela. Ayah lalu mengantarkanku ke tempat tidur. Seperti biasanya ayah bertanya kepadaku, aku mau duceritai apa malam ini? Semenjak ibu pergi, aku selalu minta diceritai tentang laut. Ayah kemudian bercerita tentang sebuah kerajaan di bawah laut. Kerajaan itu indah sekali. “Ibu ada di istana itu?” ayah mengiyakan. Lalu ia melanjutkan ceritanya hingga suaranya melambat. Cerita Ayah masuk ke dalam mimpiku. Di sana aku melihat ibu sedang bercanda dengan ikan-ikan besar yang baik hati. Dan aku ikut bermain bersama mereka. Ibuku, seperti biasanya, membawaku di atas punggungnya. Aku terjaga ketika wajahku terasa basah. Aku hanya bermimpi. Aku merasa ayahku menciumi wajahku. Samar kudengar ia berkata, “Maya… kamu tahu aku dan Dinda tidak pernah baik-baik saja tanpa kamu…” Lalu kurasakan suara ayah beralih menjadi suara tangis. Air matanya jatuh ke wajahku. Ia mengelap wajahku dengan rasa sayang. Aku tetap terdiam tanpa membuka mata. Tempat tidurku terguncang hebat. Tangis ayah terasa semakin kencang, dan lamat pula aku mendengar”Maya, apa yang harus kukatakan pada Dinda?” Lalu kulihat lagi ibu bersama ikan-ikan sedang menyelamatkan sebuah kapal. Di kapal itu ada ayah. Pagi harinya ketika aku bangun tidur, aku kaget dan berteriak girang. Ada amplop dibungkus plastik bening di jendela kamarku. Dengan segera aku keluar rumah dan mengambil amplop itu, lalu sibuk mencari ayah, semoga ia belum berangkat kerja. Ternyata ayah masih mandi, “Ayah, cepat! Ada surat balasan dari ibu! Semalam hujan ya?” Begitu keluar dari kamar mandi ayah tersenyum. “Iya, Dinda semalam hujan. Sekarang kamu harus mandi dulu, sarapan pagi bersama ayah, lalu kita akan baca bareng-bareng surat dari ibu” Selesai memandikan dan menyuapiku, ayah membacakan surat dari ibu. Dalam surat itu, ibu bilang bahwa ia telah menerima suratku, dan ia berpesan agar tidak usah mengirim surat lagi karena ibu bisa melihatku dengan baik dari laut. Aku senang sekaligus merasa sedih. Aku senang karena ibu membalas suratku. Sedih karena ibu tidak ingin aku mengirin surat lagi. Ayah kemudian mencium pipiku. “Dinda jangan sedih. Hari ini kita akan pergi ke laut. Kamu masih boleh mengirim sekali lagi surat ke laut. Dan kita akan bawakan bunga untuk ibu. Sekarang kamu pilih dan ambil bunga di halaman untuk ibu, biar ayah yang menulis surat. Kamu ingin menulis apa sayang?” Aku melonjak girang. Aku bilang ke ayah kalau aku ingin memberitahu ibu supaya aku masih boleh mengiriminya surat, dan aku ingin bilang supaya aku cepat-cepat sekolah supaya nanti aku bisa mengirim surat sendiri. Dengan cepat aku pergi ke halaman depan, memetik sebanyak mungkin bunga untuk ibu. Aku tahu bunga-bunga yang disukai ibu. Lalu kami berdua berangkat ke laut. 222 Sesampai di laut aku senang sekali. Aku yang melempar sendiri surat yang dituliskan ayahku. Aku juga ikut ayahku menaburkan bunga-bunga yang kupilih. Setelah itu aku bermain air dengan ayah. Setelah aku cukup lelah, ayah kemudian mengajakku untuk makan ikan di warung-warung makan yang ada di pantai. “Dinda mau makan ikan apa?” Aku menggelengkan kepala. Ayah heran, kemudian ia bertanya “Kenapa, Dinda?” “Kasihan ibu kalau ikan-ikan diambil terus. Nanti ibu kehilangan banyak teman di laut.” Kulihat ayah diam. Matanya berair. Ia menangis sambil memelukku. Aku heran sekali. Ayah sekarang gampang menangis. Kompas Minggu, 17 April 2005
READ MORE - CERPEN "IBU PERGI KE LAUT"

Senin, 09 Mei 2011

KISI-KISI UUKK BAHASA INDONESIA KELAS VII

1. Menulis puisi tentang keindahan alam dan pengalaman pribadi
2. Menulis memo untuk berbagai keperluan
3. Menemukan informasi secara cepat dan tepat dari tabel/grafik
4. Menemukan unsur intrinsik dalam cerita (tema, tokoh, latar, sudut pandang, pesan, )
5. Mengubah kalimat langsung menjadi tidak langsung
6. Mengubah teks wawancara menjadi narasi
7. Menyusun percakapan dalam telepon
8. Tata cara bertelepon
9. Menemukan realitas kehidupan dalam cerita
10. Menyimpulkan wawancara
11. Menemukan hal pokok dalam wawancara
12. Menyampaikan keunggulan tokoh idola
13. Menyampaikan alasan mengidolakan tokoh
14. Menemukan hal yang dapat diteladani dari tokoh
15.Menaggapai pembacaan cerpen
16. Menangkap isi , pesan, puisi
17. Menemukan gagasan utama dalam paragraf
18. macam-macam paragraf (deduktif, induktif, campuran, ineratif)
19. Citraan dalam puisi.
READ MORE - KISI-KISI UUKK BAHASA INDONESIA KELAS VII

Selasa, 22 Maret 2011

NILAI MURNI MIDSEMESTER 2 KELAS VII D

NILAI MIDSEMESTER 2 KELAS VII D TAHUN 2010/2011


NO Nama Jenis Kel. NILAI KETERANGAN


1 Adhitya Ramadhan L 70 Belum Tercapai
2 Ahmad Zufar Fikri L 94 Terlampaui
3 Alief Surya Nugraha L 88 Terlampaui
4 ArvianCandra Kusuma L 80 Terlampaui
5 Atika Ayu Indriana P 82 Terlampaui
6 Bagus Hananto Wibowo L 68 Belum Tercapai
7 Dea Fatika N P 78 Terlampaui
8 Dizza Dhiya V P 82 Terlampaui
9 Elvira Cyntia Devi P 76 Terlampaui
10 Fajar Safitri P 80 Terlampaui
11 Fajrina Hanif Hanundhiya P 84 Terlampaui
12 Faridah Rifiati S P 92 Terlampaui
13 Firdian Latifah P 90 Terlampaui
14 Fitria Handayani P 76 Terlampaui
15 Gagas Kidung Alam L 90 Terlampaui
16 Heka Siwi Pratita P 80 Terlampaui
17 Isyana Hilda Andriani P 84 Terlampaui
18 Mohammad Yudi S. L 74 Belum Tercapai
19 Rengga Pratama L 82 Terlampaui
20 Rika Tri Arviana Dewi P 80 Terlampaui
21 Rina Prabawati P 90 Terlampaui
22 Rizka Dwi Andriani P 76 Terlampaui
23 Rizqi Maharani P 82 Terlampaui
24 Sanma Elmajid P 94 Terlampaui
25 Sulthan Arif A L 68 Belum Tercapai
26 Titin Hary Saputri P 90 Terlampaui
27 Vendicka Adityanto I R L 74 Belum Tercapai
28 Zubaida Kusuma W P 70 Belum Tercapai
Rata - rata 81.21
READ MORE - NILAI MURNI MIDSEMESTER 2 KELAS VII D

NILAI MURNI MIDSEMESTER 2 KELAS VII C

NILAI MIDSEMESTER 2 KELAS VII C TAHUN 2010/2011


NO Nama Jenis Kel. NILAI KETERANGAN


1 Rifandi Angesti Basundara L 86 Terlampaui
2 Anita Argawati P 84 Terlampaui
3 Aulia Rizky Sutanto P 82 Terlampaui
4 Bayu Prasetyo L 90 Terlampaui
5 Bimantoro Sardoyo Putro L 72 Belum Tercapai
6 Brilliant Adittya F L 84 Terlampaui
7 Brilliant Mukti A M P 78 Terlampaui
8 Citra Monika Sainti C. P 86 Terlampaui
9 Daffa Dhiya Z L 76 Terlampaui
10 Destia Harry Sukma Nindita P 70 Belum Tercapai
11 Dinar Gita Permatasari P 90 Terlampaui
12 Fa'isah Erin Al Fiani P 80 Terlampaui
13 Fajar Nur Hidayat I.P L 80 Terlampaui
14 Hapsari Pratomoningsih P 64 Belum Tercapai
15 Irwan Yudhantoro L 74 Belum Tercapai
16 Jihandini Rhodia A P 88 Terlampaui
17 Mustika Ayu N P 72 Belum Tercapai
18 Noviana Kurnia Sari P 80 Terlampaui
19 Nunik Rahmawati Saputri P 76 Terlampaui
20 Putri Pertama Z.P P 84 Terlampaui
21 Rachma Noer Azizah P 82 Terlampaui
22 Regyta Dhea Effendi P 80 Terlampaui
23 Rindhi Ari Pratama L 78 Terlampaui
24 Rista Wahyu Berliana P 72 Belum Tercapai
25 Rizki Dwi Pragita N P 72 Belum Tercapai
26 Rizqi Wahyu M.P P 84 Terlampaui
27 Satria Fahrizal N L 90 Terlampaui
28 Wahyu Zulmi M L 56 Belum Tercapai
Rata - rata 79
READ MORE - NILAI MURNI MIDSEMESTER 2 KELAS VII C