SELAMAT BERGABUNG DENGAN BLOGNYA MAS KRIS. "ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WA BARAKAATUH"

Jumat, 15 Oktober 2010

HASIL MIDSEMESTER 1

Hasil Midsemester Kelas VII D
1). 82, 2).88, 3).78, 4). 80, 5).- 6). 86, 7). 74, 8). 76, 9). 86, 10). 74
11). 86, 12). 72, 13). 78, 14). 82, 15). 88, 16). 74, 17). 82, 18). 78, 19). 82,
20). 80, 21). 86, 22). 74, 23). 88, 24).80, 25). 84, 26). 82, 27). 78, 28). 78
READ MORE - HASIL MIDSEMESTER 1

HASIL MIDSEMESTER 1

Hasil Midsemester Kelas VII E
1) 88 2). 86, 3).82, 4). 86), 5)76, 6).76 7).78, 8).84, 9). 80, 10).84
11).86, 12).82 13).74, 14).94, 15).72, 16).82, 17).86, 18).86, 19).80, 20).82
21).82, 22).82, 23).80, 24).68, 25)92, 26).84
READ MORE - HASIL MIDSEMESTER 1

HASIL MIDSEMESTER 1

Hasil Midsemester Kelas VII A
1). 86, 2) 84, 3). 82, 4).80, 5). 84, 6).86, 7). 82, 8). 94, 9). 76, 10). 90
11). 86, 12). 70, 13). 84, 14). 76, 15). 70, 16). 70, 17). - , 18).76, 19). 80
20). 78, 21). 78, 22). 84, 23). 76, 24). 72, 25). 80, 26). 80
READ MORE - HASIL MIDSEMESTER 1

Kamis, 14 Oktober 2010

HASIL MIDSEMESTER KLS VII

Kelas VII B 1.82; 2.74; 3.78; 4.76; 5. 52; 6.82; 7. 86; 8.78; 9.84; 10. 82; 11. -;12.74; 13. 78; 14. 82; 15.82; 16. 72; 17. 84; 18. 82; 19. 84; 20.82; 21.76; 22.82; 23. 82; 24. 82; 25.72; 26.74
READ MORE - HASIL MIDSEMESTER KLS VII

makalah

UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
MELALUI PENGEMBANGAN
KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN SOSIAL
Oleh: Kris Budiyono

A. Pendahuluan
Profesi guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang, atau masih saja dipertanyakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar pendidikan. Akhir-akhir ini banyak media cetak baik harian maupun mingguan memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut sebagian besar cenderung melecehkan posisi guru. Namun, dari pihak guru sendiri nyaris tidak mampu membela diri.
Masyarakat/orang tua murid pun kadang-kadang memandang dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas, manakala putra-putri mereka tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya. Sementara dari pihak industri, memprotes para guru karena kualitas para lulusan dianggapnya kurang memuaskan bagi kepentingan perusahaannya.
Sikap dan perilaku masyarakat tersebut bukan tanpa alasan, karena memang ada sebagian kecil oknum guru yang menyimpang dari kode etik guru. Anehnya lagi, kesalahan sekecil apapun yang dilakukan oleh guru, akan mengundang reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi karena dengan adanya sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogyanya menjadi anutan bagi masyarakat di sekitarnya ( Moh. Uzer Usman, 2005:1).
Pengakuan masyarakat terhadap profesi guru dirasakan juga masih sangat rendah. Masayarakat lebih mengakui profesi dokter atau hakim yang dianggap lebih tinggi dibanding dengan profesi guru. Menurut Nana Sudjana (1988) dalam Moh. Uzer Usman (2005: 2), rendahnya pengakuan masyarakat terahadap profesi guru disebabkan oleh: 1). adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pun dapat menjadi guru asalkan berpengetahuan, 2). kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak memiliki keahlian untuk menjadi guru, dan 3). banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya.
Dari kenyataan terhadap rendahnya pangakuan masyarakat terhadap profesi guru, maka sudah saatnya kompetensi guru harus ditingkatkan. Pemerintah sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas guru saat ini telah dan sedang berusaha meningkatkan kompetensi guru. Di antara usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah diluncurkannya UU No. 14 tahun 2005 tentan Guru dan Dosen yang di antaranya mengatur kualifikasi akademik guru dan hak serta kewajiban guru dan dosen.
Di dalam UU No. 14 tahun 2005 dijelaskan bahwa guru profeisonal dituntut memiliki kompetensi pedagogik, profeisonal, kepribadian, dan sosial. Dari kompetensi tersebut, kompetensi yang paling dominan dalam pembentukan sikap dan moral peserta didik adalah kompetensi kepribadian dan sosial. Oleh karena itu dalam tulisan sederhana ini akan dibahas mengenai pentingnya kedua kompetensi tersebut dalam menunjang terwujudnya guru profeisonal. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial memiliki peranan yang sangat penting agar guru sukses membawa anak didiknya memiliki kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif. Kemampuan afektif yang dimaksud meliputi keterampilan intrapribadi dan antarpribadi.
Berkaitan dengan sikap moral dan perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yang berperan penting dalam pembentukan sikap siswa, guru dituntut memberikan keteladanan dalam mengimplementasikan pengetahuan yang dimilikinya dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Hal ini bertujuan agar pengetahuan yang diperoleh siswa bukan sebatas sebagai kumpulan teori yang hanya dihafalkan, tetapi lebih kepada bagaimana siswa mengimplementasikannya di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini senada dengan pendapat Zuchdi (2008:67) yang menyatakan bahwa peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai, yakni bahwa subjek didik mau dan mampu mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dalam rangka meningkatkan pengakuan profesi guru di mata masyarakat tidak akan membawa hasil maksimal tanpa adanya peran serta guru, sebab tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya merupakan tuntutan kebutuhan pribadi guru, tanggung jawab mempertahankan dan mengembangkan profesinya tak dapat dilakukan oleh orang lain kecuali oleh dirinya sendiri. Dengan bermodalkan kewibawaan dan kemampuan mengembangkan diri, insya Alalh guru akan senantiasa dihormati serta mendapat kepercayaan dari masyarakat dan menjadi guru yang benar-benar profesional.
Pembahasan
1. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan (NSP), penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Mulyasa (2007: 117), menyatakan bahwa pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik karena manusia pada dasarnya makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam proses membentuk pribadinya.
Dari uraian di atas setip guru dituntut memiliki dan mengembangkan kemampuan kepribadiannya. Terkait dengan usaha guru dalam mengembangkan kemampuan pribadinya, guru harus menyadari keberadaannya dalam kehidupan. Sehubungan dengan pribadi, George Herbert Mead (dalam Zuchdi, 2008: 70), menyatakan bahwa diri manusia terdiri dari diri sebagai subjek dan diri sebagai objek. Keberadaan diri sebagai objek memungkinkan manusia mengamati dirinya sendiri atau memiliki kesadaran diri. Dengan adanya kesadaran diri, manusia dapat mengontrol tindakankannya dengan mengantisipasi konsekuensinya, dengan menyadari makna tindakannya (Zuchdi, 1986 dalam Zuchdi, 2008: 70).
Kesadaran akan harga diri merupakan salah satu komponen afektif. Komponen yang lain adalah minat, motivasi, sikap, dan nilai. Kesadaran harga diri secara mudah dapat diartikan sebagai sikap terhadap diri sendiri. Kesadaran diri dapat dikembangkan dengan cara mengembangkan kesadaran akan harga diri yang positif, yakni dengan menumbuhkan perasaan menguasai dan mampu mengatasi masalah perasaan bahwa diri kita bermakna dalam kehidupan.
Pengembangkan kemampuan menguasai diri sendiri sangat penting dalam membentuk kepribadian yang kokoh. Robert Stenberg (dalam Zuchdi, 2008: 71), menyebut kemampuan ini dengan intelegensi mengelola diri. Keterampilan ini melibatkan pengetahuan tentang cara mengelola diri dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat memaksimalkan produktivitas. Misalnya, pengetahuan tentang peranan guru dalam pembentukan pribadi siswa yang mantap.
Kompetensi kepribadian meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Kepribadian yang Mantap, Stabil, dan Dewasa.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, professional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa. Hal ini sangat penting karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor-faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan-tindakan yang tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru, misalnya adanya oknum guru yang menghamili peserta didik, terlibat dalam pencurian, penipuan, dan kasus-kasus lain yang tidak pantas dilakukan guru.
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan. Agar guru tidak mudah terpancing emosinya, latihan bentuk mental sangat diperlukan untuk melatih kesabaran.
2) Disiplin, Arif, dan Berwibawa
Guru harus memiliki pribadi yang disipilin, arif, dan berwibawa. Hal ini penting karena sering dijumpai adanya peserta didik yang berlaku bertentangan dengan nilai moral yang baik, misalnya merokok, minum-minuman keras, potongan rambut gondrong dan bercat, membolos dll. Kondisi tersebut menuntut guru untuk bersikap disiplin, arif, dan berwibawa dalam segala tindakan dan perilakunya, serta senantiasa mendisplinkan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan manakala guru memiliki pribadi yang disiplin, arif, dan berwibawa. Tanpa adanya hal tersebut mustahil guru dapat mengakkan kedisiplinan.
Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggung jawab mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan penuh perngertian. Guru harus mampu mendisplinkan peserta didik dengan kasih sayang, terutama disiplin diri. Untuk itu, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut: a). membantu peserta didik mengembangkan pola perilaku untuk dirinya, b). membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya, dan c). menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin
3) Menjadi Teladan bagi Peserta didik
Guru merupakan teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang-orang di lingkungannya. Untuk itu, guru harus bertindak dan berperilaku yang baik menurut norma yang baik yang berlaku dalam masyarakat dan tidak melanggar norma hukum yang berlaku dalam negara. Hal ini tentu sangat sulit dilakukan, tetapi sebagai tokoh panutan guru harus berusaha bertindak dan berperilaku sesauai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan negara.
4) Berakhlak Mulia
Guru harus memiliki akhlak mulia, karena ia adalah seorang penasihat bagi peserta didik. Guru memberi arahan pada peserta didik yang mangalami permasalahan-permasalahan. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan, makin banyak peserta didik berpaling padanya untuk mendapatkan nasihat dan kepercayaan diri.
Agar guru dapat meyadari perannya sebagai panasihat, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental, serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian, ia dapat menjadi penasihat yang benar-benar dapat menyelasaikan permasalahan yang dihadapi peserta didiknya.


2. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:
a. berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat
b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar (Mulyasa, 2007: 173).
Guru adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan. Mulyasa (2008: 176), menyebutkan ada sedikitnya tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, yakni: 1). memiliki pengetahuan adat-istiadat baik sosial maupun agama, 2) memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi, 3) memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi, 4) memiliki pengetahuan tentang estetika, 5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, 6). memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, dan 7). setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Sementara itu, berkaitan dengan pengembangan keterampilan akademis dan sosial, Zuchdi (2008: 49), menyatakan bahwa ada berbagai keterampilan yang diperlukan agar seseorang dapat mengamalkan nilai-nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat. Keterampilan tersebut antara lain berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi secara jelas, menyimak, bertindak asertif, dan menemukan resolusi konflik, yang secara ringkas disebut keterampilan akademis dan sosial.
Berkait dengan keterampilan mengatasi masalah yang erat hubungannya dengan kompetensi sosial, Zuchdi (2008: 50), lebih lanjut menjelaskan bahwa masih banyak orang yang mengatasi masalah dengan cara kekuatan fisik, padahal cara demikian itu biasanya digunakan oleh binatang. Apabila kita menghendaki kehidupan berdasarkan nilai-nilai relegius dan prinsip-prinsip moral, kita perlu mengajarkan cara-cara mengatasi konflik secara konstruktif. Guru harus berusaha keras untuk meyakinkan anak-anak bahwa penyelesaian masalah secara destruktif yang banyak muncul dalam masyarakat Indonesia saat ini sangat tidak manusiawi dan bertentangan dengan norma-norma agama Islam yang harus dijunjung tinggi.

3. Pentingnya Kompetensi Kepribadian dan Kompetensi Sosial bagi Guru
Dari diuraikan yang telah disampaikan di depan mengenai kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial, kedua kompetensi tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi guru dalam melaksanakan tugas utamanya sebagai pengajar dan pendidik bagi peserta didik. Dengan memiliki kedua kompetensi tersebut guru dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Dengan kompetensi sosial yang dimilikinya, guru dapat mengkomunikasikan segala yang dimilikinya demi kemajuan dan perkembangan peserta didik. Guru dapat membimbing dan mengarahkan segala tindakan dan perilaku peserta didik sesuai dengan nilai moral yang baik yang berlaku dalam masyarakat dan bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, peserta didik tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sempurna karena mendapat bimbingan dan arahan dari guru yang benar-benar memiliki kemampuan sosial yang baik.
Dengan kompetensi kepribadian yang dimiliki, guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia menjadi panutan bagi peserta didiknya karena memiliki akhlak yang mulia. Dengan kedisiplinan yang dilakukannya dapat menjadi acuan bagi peserta didik untuk menjadi tertib dan disiplin sehingga siswa akan mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya sehingga tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti yang luhur, dan terampil dalam segala bidang, kompettif dalam persaingan global dapat tercapai dengan baik.
C. Penutup
Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial memiliki peran yang sangat penting dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dengan kedua kompetensi tersebut guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional, dan bertanggung jawab. Upaya peningkatan kedua kompetensi tersebut telah dilakukan oleh pemerintah selaku penanggung jawab pelaksanaan pendidikan, di antaranya dengan diterbitkannya UU No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.
Diharapkan dengan usaha yang dilakukan oleh pemerintah ini, kompetensi guru sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan dapat meningkat secara berkelanjutan. Namun, upaya peningkatan kompetensi guru, khususnya kompetensi kepribadian dan sosial tidak akan dapat terealisasi dengan baik tanpa adanya kesadaran diri dari para guru untuk meningkatkannya secara pribadi. Jika apa yang dilakukan oleh pemerintah bersambut gayung dengan kemauan dan tekad yang kuat dari para guru, insya Alloh apa yang menjadi tujuan bersama, yakni meningkatnya kompetensi guru yang berujung pada meningkatnya kualitas peserta didik yang menjadi harapan mulia bersama dapat tercapai dengan baik. AMIIN.

Buku Sumber
Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Uzer Usman, Moh. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
READ MORE - makalah

Rabu, 13 Oktober 2010

PENGUMUMAN NILAI MIDSEMESTER

Diberitahukan kepada semua siswa kelas VII A - VII E bahwa hasil nilai mid semester 1 dapat dilihat pada hari Senin, 18 Oktober 2010 di web ini. Kris Budiyono.
READ MORE - PENGUMUMAN NILAI MIDSEMESTER

Manfaat Dimensi Shalat dalam Sendi Kehidupan Manusia


Secara etimologi, kata sholat menurut para pakar bahasa adalah bermakna doa. Shalat dengan makna doa tersirat di dalam salah satu ayat al-Qur;an: “Dan shalatlah (mendo’alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do’a) kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. At-Taubah: 103)
Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama sekalibukan dalam makna kewajiban mendirikan  shalat yang lima waktu, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa. Shalat diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW:“Sesungguhnya hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat, tidak lain ia berbisik pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara kalian memperhatikan kepada siapa dia berbisik”.
Adapun secara terminologi, shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan dari apa yang disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah shalat sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik shalat.
Ada banyak sekali perintah untuk menegakkan shalat di dalam Al-Quran. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran dengan lafaz “Aqiimush-shalata”(Dirikanlah Shalat) dengan khithab kepada orang banyak, yaitu pada surat: Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110, An-Nisa ayat 177 dan 103, Al-An`am ayat 72, Yunus ayat 87, Al-Hajj: 78, An-Nuur ayat 56, Luqman ayat 31, Al-Mujadalah ayat 13, dan Al-Muzzammil ayat 20. Juga,ada 5 perintah shalat dengan lafaz “Aqimish-shalata” (Dirikanlah shalat) dengan khithab hanya kepada satu orang, yaitu pada Surat: Huud ayat 114, Al-Isra` ayat 78, Thaha ayat 14, Al-Ankabut ayat 45, dan Luqman ayat 17.
Dalam Islam, shalat menempati posisi vital dan strategis. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pembatas apakah seseorang itu mukmin atau kafir. Nabi SAW bersabda: “Perjanjian yang mengikat antara kami dan mereka adalah mendirikan shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka sungguh dia telah kafir”(H.R Muslim)
Sedemikian vitalnya shalat, maka ibadah shalat dalam Islam tidak bisa diganti atau diwakilkan. Dia wajib bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun: baik dalam kondisi aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan bermukim dan musafir. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada keadaan pelakunya; kalau tidak bisa berdiri boleh duduk, kalau tidak bisa duduk boleh berbaring, dan seterusnya.
Maka dari itu, shalat merupakan faktor terpenting yang menyangga tegaknya agama Islam. Sehingga, sudah sepatutnya, umat Islam memahami maknanya dan mengetahui manfaat dimensi shalat dalam kehidupan manusia, khususnya dimensi rohani, soasial, dan medis shalat.
Namun, sikap yang pertama kali harus ditunjukkan adalah bahwa kita wajib menjadikan shalat sebagai suatu ibadah dulu. Kemudian setelah itu, baru mengetahui manfaatnya dalam sendi kehidupan kita.
A. Dimensi rohani shalat
Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an: "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku."(Qs. Thaha: 14). "(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah, hati menjadi tenang." (Qs. Ar-Ra'du: 28)
Dua ayat di atas mengisyaratkan kepada kita, bahwa soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan diberikan kepada orang yang shalat. Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu bukan sembarang shalat. Sebagaimana dalam ayat di atas, perintah Allah adalah tegakkan, bukan laksanakan.
Mendirikan shalat beda dengan sekadar melaksanakan. Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan, keseriuasan, kedisiplinan, dan konsentrasi tingkat tinggi. Jika sekadar melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksana. Itulah sebabnya Allah memilih kata perintah “aqim” yang berarti dirikan, tegakkan, luruskan.
Maka, kualitas shalat seseorang diukur dari tingkat kekhusyu’annya, yaitu hadirnya hati dalam setiap aktifitas shalat. Dalam hal ini Imam al-Ghazali menyebutkan enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna shalat, yaitu: kehadiran hati, kefahahaman akan bacaan shalat, mengagungkan Allah, “haibah” (segan), berharap, dan merasa malu.
Shalat dapat di sebut sebagai dzikir, manakala orang yang shalatnya itu menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan dalam shalatnya. Dengan kata lain dia tidak dilalakani oleh hal-hal yang membuat shalatnya tidak efektif dan komunikatif. Dalam hadist riwayat Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai dan payah saja." (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yang lebih penting dan utama dalam shalat itu bukan gerakan fisik, akan tetapi gerakan batin. Gerakan fisik bisa diganti atau ditiadakan jika memang tidak mampu. Tapi dzikir kepada Allah tetap harus berjalan, kapanpun dan bagaimanapun juga. Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku'nya dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya.Sedangkan gerakan batin tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati, shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti.
Itulah sebabnya Allah SWT memberi ancaman yang cukup keras kepada kita, dengan kata yang amat pedas, "Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya." (Qs. al-Maa'uun: 4-5)
Jadi, janji-janji Allah SWT kepada orang yang shalat, seperti: ketenangan batin, ketentraman hati dan apalagi pahala tidak serta merta diberikan Allah begitu saja. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Bagi yang lalai dalam shalatnya bukan saja tidak bakal mendapatkan janji-janji tadi, malah ada ancaman keras dari Allah SWT.
B. Dimensi sosial shalat
Allah SWT berfirman: “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Qs. Al-Ankabuut:45)
Dengan jelas ayat di atas mengisyaratkan bahwa salah satu pencapaian yang dituju oleh adanya kewajiban shalat adalah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji. Ini mengindikasikan bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam yang mendasaar dan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Kemalasan dan keengganan melaksanakan salat disamping sebagai tanda-tanda kemunafikan, dan semakin lunturnya imannya seseorang, dalam skala besar merupakan tahapan awal kehancuran komunitas muslim. Karena secara empirik shalat merupakan faktor utama dalam proses penyatuan dan pembangunan kembali kekuatan-kekuatan komunitas muslim yang sebelumnya rusak dan terpencar-pencar sebagai akibat melalaikan mendirikan salat.
Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda: "Sholat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama." (HR. Imam Baihaqi). Hal ini mengindikasikan bahwa kekokohan sendi-sendi soasial masyarakat muslim akan sangat tergantung kepada sejauh mana mereka menegakkan shalat yang sebenar-benarnya. Apabila hal ini tidak menjadi prioritas utamanya, maka kekeroposan sendi-sendi sosial kemasyarakatan akan menghinggapinya, yang berlanjut kepada kehancuran umat Islam itu sendiri. Karena suatu bangunan itu kuat, ketika tiangnya kokoh.
Shalat diakhiri dengan salam, hal ini mengindikasikan bahwa setelah seorang hamba melakukan hubungan (komunikasi) yang baik dengan Allah, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia. Dengan kata lain, jika seorang hamba dengan penuh kekhusyu’an dan kesungguhan menghayati kehadiran Tuhan pada waktu shalat, maka diharapkan bahwa penghayatan akan kehadiran Tuhan itu akan mempunyai dampak positif pada tingkah laku dan pekertinyadalam kehidupan bermasyarakat.
Hal ini diwujudkan dengan jaminan melakukan apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang butuh bantuan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya terjadi saling hubungan yang serasi dan harmonis, Orang yang salatnya baik, tidak akan pernah mengeluarkan ucapan dan atau perbuatan kepada sesamanya, yang maksudnya memang jelek.
Orang yang salatnya baik, akan bertindak santun dengan sahabatnya, tetangganya dan siapapun juga, akan menghormati tamunya dengan penuh perhatian, dan akan bertindak dan bertaaruf secara santun dengan saudaranya sesama manusia apalagi terhadap saudaranya seiman, dengan tanpa membedakan baju dan golongannya. Orang yang salatnya bagus bukan sekedar membekas hitam di keningnya, lebih dari itu adalah bagaimana mengimplementasikan kasih sayangnya kepada lingkungannya (rohmatun lilalamin).
Orang yang salatnya baik justru dituntut lebih banyak kiprahnya dalam kehidupan sosial. Keliru besar jika mereka yang shalat, hanya mengelompok, menyendiri dan mengexklusifkan diri seolah hidup dalam ruang hampa sosial, dan menafikan dan terkesan merendahkan pihak lain. Sungguh Allah membenci dan tidak menyukai orang-orang yang membanggakan dirinya, angkuh, sombong dan merasa paling baik, paling suci dibanding dengan yang lain. Intinya orang yang sholatnya baik adalah tercermin dalam amal salehnya di luar sholat.
C.  Dimensi medis shalat
Rasulullah SAW bersabda: “Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di depan pintu salah seorang di antara kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada sungai tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa pada badannya? Mereka menjawab: “Daki mereka tidak akan tersisa sedikitpun”. Rasulullah bersabda: “Demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya” (H.R Bukhari Muslim)
Sebuah riset di Amerika yang diadakan Medical Center di salah satu universitas di sana ‘Pyok’ - seperti dilansir situs ‘Laha’- menegaskan,bahwa shalat dapat memberikan kekuatan terhadap tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai penyakit, salah satunya penyakit kanker. Riset itu juga menegaskan, adanya manfaat rohani, jasmani dan akhlak yang besar bagi orang yang rajin shalat.
Riset itu mengungkapkan, tubuh orang-orang yang shalat jarang mengandung persentase tidak normal dari protein imun Antarlokin dibanding orang-orang yang tidak shalat. Itu adalah protein yang terkait dengan beragam jenis penyakit menua, di samping sebab lain yang mempengaruhi alat kekebalan tubuh seperti stres dan penyakit-penyakit akut.
Para peneliti ini meyakini bahwa secara umum ibadah dapat memperkuat tingkat kekebalan tubuh karena menyugesti seseorang untuk sabar, tahan terhadap berbagai cobaan dengan jiwa yang toleran dan ridha. Sekali pun cara kerja pengaruh hal ini masih belum begitu jelas bagi para ilmuan, akan tetapi cukup banyak bukti atas hal itu, yang sering disebut sebagai dominasi akal terhadap tubuh. Bisa jadi melalui hormon-hormon alami yang dikirim otak ke dalam tubuh di mana orang-orang yang rajin shalat memiliki alat kekebalan tubuh yang lebih aktif daripada mereka yang tidak melakukannya.
Di samping itu, ada beberapa hasil riset medis yang memfokuskan pada gerakan-gerakan shalat, misalnya: gerakan takbiratul ihram berhasiat melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Gerakan rukuk  bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. I’tidal yang merupakan variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Pada waktu sujud aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak dan posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak, maka aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Duduk yang terdiri dari dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir) yang perbedaannya terletak pada posisi telapak kaki juga memiliki manfaat medis, saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius, posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan, sedangklan duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens, jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Gerakan salam, berupa memutarkan kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal, bermanfaat sebagai relaksasi otot sekitar leher dan kepala untuk menyempurnakan aliran darah di kepala yang bisa mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.
Dari sini bisa di ambil konklusi, bahwa tidak terlalu sulit dipahami jika orang yang intens komunikasinya dengan Allah, melalui shalat yang khusyu’ sebagai sarananya, akan berhasil mencapai kemenangan dan keberhasilan di berbagai sendi kehidupan.
Sebab, pada saat shalat seorang hamba sedang ada dalam komunikasi langsung dengan sumber energi dan kekuatan, yaitu Allah SWT. Jika kita sudah dekat dengan sumber energi dan sumber kekuatan itu, maka dengan izin-Nya energi dan kekuatan itu akan mengalir ke dalam diri kita. Sehingga dari sana kemenangan dunia dan akhirat yang kita cita-citakan insyaallah bisa dicapai.
Wallahu a’lam bi as-Shawab.

READ MORE - Manfaat Dimensi Shalat dalam Sendi Kehidupan Manusia