SELAMAT BERGABUNG DENGAN BLOGNYA MAS KRIS. "ASSALAMU ALAIKUM WARAHMATULLAHI WA BARAKAATUH"

Kamis, 14 Oktober 2010

makalah

UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
MELALUI PENGEMBANGAN
KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN SOSIAL
Oleh: Kris Budiyono

A. Pendahuluan
Profesi guru pada saat ini masih banyak dibicarakan orang, atau masih saja dipertanyakan orang, baik di kalangan para pakar pendidikan maupun di luar pakar pendidikan. Akhir-akhir ini banyak media cetak baik harian maupun mingguan memuat berita tentang guru. Ironisnya berita-berita tersebut sebagian besar cenderung melecehkan posisi guru. Namun, dari pihak guru sendiri nyaris tidak mampu membela diri.
Masyarakat/orang tua murid pun kadang-kadang memandang dan menuding guru tidak kompeten, tidak berkualitas, manakala putra-putri mereka tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ia hadapi sendiri atau memiliki kemampuan tidak sesuai dengan keinginannya. Sementara dari pihak industri, memprotes para guru karena kualitas para lulusan dianggapnya kurang memuaskan bagi kepentingan perusahaannya.
Sikap dan perilaku masyarakat tersebut bukan tanpa alasan, karena memang ada sebagian kecil oknum guru yang menyimpang dari kode etik guru. Anehnya lagi, kesalahan sekecil apapun yang dilakukan oleh guru, akan mengundang reaksi yang begitu hebat di masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi karena dengan adanya sikap demikian menunjukkan bahwa memang guru seyogyanya menjadi anutan bagi masyarakat di sekitarnya ( Moh. Uzer Usman, 2005:1).
Pengakuan masyarakat terhadap profesi guru dirasakan juga masih sangat rendah. Masayarakat lebih mengakui profesi dokter atau hakim yang dianggap lebih tinggi dibanding dengan profesi guru. Menurut Nana Sudjana (1988) dalam Moh. Uzer Usman (2005: 2), rendahnya pengakuan masyarakat terahadap profesi guru disebabkan oleh: 1). adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pun dapat menjadi guru asalkan berpengetahuan, 2). kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak memiliki keahlian untuk menjadi guru, dan 3). banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya.
Dari kenyataan terhadap rendahnya pangakuan masyarakat terhadap profesi guru, maka sudah saatnya kompetensi guru harus ditingkatkan. Pemerintah sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas guru saat ini telah dan sedang berusaha meningkatkan kompetensi guru. Di antara usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah diluncurkannya UU No. 14 tahun 2005 tentan Guru dan Dosen yang di antaranya mengatur kualifikasi akademik guru dan hak serta kewajiban guru dan dosen.
Di dalam UU No. 14 tahun 2005 dijelaskan bahwa guru profeisonal dituntut memiliki kompetensi pedagogik, profeisonal, kepribadian, dan sosial. Dari kompetensi tersebut, kompetensi yang paling dominan dalam pembentukan sikap dan moral peserta didik adalah kompetensi kepribadian dan sosial. Oleh karena itu dalam tulisan sederhana ini akan dibahas mengenai pentingnya kedua kompetensi tersebut dalam menunjang terwujudnya guru profeisonal. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial memiliki peranan yang sangat penting agar guru sukses membawa anak didiknya memiliki kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif. Kemampuan afektif yang dimaksud meliputi keterampilan intrapribadi dan antarpribadi.
Berkaitan dengan sikap moral dan perilaku guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yang berperan penting dalam pembentukan sikap siswa, guru dituntut memberikan keteladanan dalam mengimplementasikan pengetahuan yang dimilikinya dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Hal ini bertujuan agar pengetahuan yang diperoleh siswa bukan sebatas sebagai kumpulan teori yang hanya dihafalkan, tetapi lebih kepada bagaimana siswa mengimplementasikannya di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini senada dengan pendapat Zuchdi (2008:67) yang menyatakan bahwa peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai, yakni bahwa subjek didik mau dan mampu mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru dalam rangka meningkatkan pengakuan profesi guru di mata masyarakat tidak akan membawa hasil maksimal tanpa adanya peran serta guru, sebab tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya merupakan tuntutan kebutuhan pribadi guru, tanggung jawab mempertahankan dan mengembangkan profesinya tak dapat dilakukan oleh orang lain kecuali oleh dirinya sendiri. Dengan bermodalkan kewibawaan dan kemampuan mengembangkan diri, insya Alalh guru akan senantiasa dihormati serta mendapat kepercayaan dari masyarakat dan menjadi guru yang benar-benar profesional.
Pembahasan
1. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan (NSP), penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Mulyasa (2007: 117), menyatakan bahwa pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik karena manusia pada dasarnya makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam proses membentuk pribadinya.
Dari uraian di atas setip guru dituntut memiliki dan mengembangkan kemampuan kepribadiannya. Terkait dengan usaha guru dalam mengembangkan kemampuan pribadinya, guru harus menyadari keberadaannya dalam kehidupan. Sehubungan dengan pribadi, George Herbert Mead (dalam Zuchdi, 2008: 70), menyatakan bahwa diri manusia terdiri dari diri sebagai subjek dan diri sebagai objek. Keberadaan diri sebagai objek memungkinkan manusia mengamati dirinya sendiri atau memiliki kesadaran diri. Dengan adanya kesadaran diri, manusia dapat mengontrol tindakankannya dengan mengantisipasi konsekuensinya, dengan menyadari makna tindakannya (Zuchdi, 1986 dalam Zuchdi, 2008: 70).
Kesadaran akan harga diri merupakan salah satu komponen afektif. Komponen yang lain adalah minat, motivasi, sikap, dan nilai. Kesadaran harga diri secara mudah dapat diartikan sebagai sikap terhadap diri sendiri. Kesadaran diri dapat dikembangkan dengan cara mengembangkan kesadaran akan harga diri yang positif, yakni dengan menumbuhkan perasaan menguasai dan mampu mengatasi masalah perasaan bahwa diri kita bermakna dalam kehidupan.
Pengembangkan kemampuan menguasai diri sendiri sangat penting dalam membentuk kepribadian yang kokoh. Robert Stenberg (dalam Zuchdi, 2008: 71), menyebut kemampuan ini dengan intelegensi mengelola diri. Keterampilan ini melibatkan pengetahuan tentang cara mengelola diri dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat memaksimalkan produktivitas. Misalnya, pengetahuan tentang peranan guru dalam pembentukan pribadi siswa yang mantap.
Kompetensi kepribadian meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Kepribadian yang Mantap, Stabil, dan Dewasa.
Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, professional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa. Hal ini sangat penting karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor-faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan-tindakan yang tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru, misalnya adanya oknum guru yang menghamili peserta didik, terlibat dalam pencurian, penipuan, dan kasus-kasus lain yang tidak pantas dilakukan guru.
Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian adalah rangsangan yang sering memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan. Agar guru tidak mudah terpancing emosinya, latihan bentuk mental sangat diperlukan untuk melatih kesabaran.
2) Disiplin, Arif, dan Berwibawa
Guru harus memiliki pribadi yang disipilin, arif, dan berwibawa. Hal ini penting karena sering dijumpai adanya peserta didik yang berlaku bertentangan dengan nilai moral yang baik, misalnya merokok, minum-minuman keras, potongan rambut gondrong dan bercat, membolos dll. Kondisi tersebut menuntut guru untuk bersikap disiplin, arif, dan berwibawa dalam segala tindakan dan perilakunya, serta senantiasa mendisplinkan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan manakala guru memiliki pribadi yang disiplin, arif, dan berwibawa. Tanpa adanya hal tersebut mustahil guru dapat mengakkan kedisiplinan.
Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggung jawab mengarahkan, dan berbuat baik, menjadi contoh, sabar dan penuh perngertian. Guru harus mampu mendisplinkan peserta didik dengan kasih sayang, terutama disiplin diri. Untuk itu, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut: a). membantu peserta didik mengembangkan pola perilaku untuk dirinya, b). membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya, dan c). menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin
3) Menjadi Teladan bagi Peserta didik
Guru merupakan teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang-orang di lingkungannya. Untuk itu, guru harus bertindak dan berperilaku yang baik menurut norma yang baik yang berlaku dalam masyarakat dan tidak melanggar norma hukum yang berlaku dalam negara. Hal ini tentu sangat sulit dilakukan, tetapi sebagai tokoh panutan guru harus berusaha bertindak dan berperilaku sesauai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan negara.
4) Berakhlak Mulia
Guru harus memiliki akhlak mulia, karena ia adalah seorang penasihat bagi peserta didik. Guru memberi arahan pada peserta didik yang mangalami permasalahan-permasalahan. Makin efektif guru menangani setiap permasalahan, makin banyak peserta didik berpaling padanya untuk mendapatkan nasihat dan kepercayaan diri.
Agar guru dapat meyadari perannya sebagai panasihat, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental, serta memiliki akhlak mulia. Dengan demikian, ia dapat menjadi penasihat yang benar-benar dapat menyelasaikan permasalahan yang dihadapi peserta didiknya.


2. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:
a. berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat
b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar (Mulyasa, 2007: 173).
Guru adalah makhluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan. Mulyasa (2008: 176), menyebutkan ada sedikitnya tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, yakni: 1). memiliki pengetahuan adat-istiadat baik sosial maupun agama, 2) memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi, 3) memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi, 4) memiliki pengetahuan tentang estetika, 5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, 6). memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, dan 7). setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Sementara itu, berkaitan dengan pengembangan keterampilan akademis dan sosial, Zuchdi (2008: 49), menyatakan bahwa ada berbagai keterampilan yang diperlukan agar seseorang dapat mengamalkan nilai-nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan bermoral dalam masyarakat. Keterampilan tersebut antara lain berpikir kritis, berpikir kreatif, berkomunikasi secara jelas, menyimak, bertindak asertif, dan menemukan resolusi konflik, yang secara ringkas disebut keterampilan akademis dan sosial.
Berkait dengan keterampilan mengatasi masalah yang erat hubungannya dengan kompetensi sosial, Zuchdi (2008: 50), lebih lanjut menjelaskan bahwa masih banyak orang yang mengatasi masalah dengan cara kekuatan fisik, padahal cara demikian itu biasanya digunakan oleh binatang. Apabila kita menghendaki kehidupan berdasarkan nilai-nilai relegius dan prinsip-prinsip moral, kita perlu mengajarkan cara-cara mengatasi konflik secara konstruktif. Guru harus berusaha keras untuk meyakinkan anak-anak bahwa penyelesaian masalah secara destruktif yang banyak muncul dalam masyarakat Indonesia saat ini sangat tidak manusiawi dan bertentangan dengan norma-norma agama Islam yang harus dijunjung tinggi.

3. Pentingnya Kompetensi Kepribadian dan Kompetensi Sosial bagi Guru
Dari diuraikan yang telah disampaikan di depan mengenai kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial, kedua kompetensi tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi guru dalam melaksanakan tugas utamanya sebagai pengajar dan pendidik bagi peserta didik. Dengan memiliki kedua kompetensi tersebut guru dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Dengan kompetensi sosial yang dimilikinya, guru dapat mengkomunikasikan segala yang dimilikinya demi kemajuan dan perkembangan peserta didik. Guru dapat membimbing dan mengarahkan segala tindakan dan perilaku peserta didik sesuai dengan nilai moral yang baik yang berlaku dalam masyarakat dan bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, peserta didik tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sempurna karena mendapat bimbingan dan arahan dari guru yang benar-benar memiliki kemampuan sosial yang baik.
Dengan kompetensi kepribadian yang dimiliki, guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia menjadi panutan bagi peserta didiknya karena memiliki akhlak yang mulia. Dengan kedisiplinan yang dilakukannya dapat menjadi acuan bagi peserta didik untuk menjadi tertib dan disiplin sehingga siswa akan mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya sehingga tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang beriman, bertaqwa, berbudi pekerti yang luhur, dan terampil dalam segala bidang, kompettif dalam persaingan global dapat tercapai dengan baik.
C. Penutup
Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial memiliki peran yang sangat penting dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dengan kedua kompetensi tersebut guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional, dan bertanggung jawab. Upaya peningkatan kedua kompetensi tersebut telah dilakukan oleh pemerintah selaku penanggung jawab pelaksanaan pendidikan, di antaranya dengan diterbitkannya UU No. 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen.
Diharapkan dengan usaha yang dilakukan oleh pemerintah ini, kompetensi guru sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan dapat meningkat secara berkelanjutan. Namun, upaya peningkatan kompetensi guru, khususnya kompetensi kepribadian dan sosial tidak akan dapat terealisasi dengan baik tanpa adanya kesadaran diri dari para guru untuk meningkatkannya secara pribadi. Jika apa yang dilakukan oleh pemerintah bersambut gayung dengan kemauan dan tekad yang kuat dari para guru, insya Alloh apa yang menjadi tujuan bersama, yakni meningkatnya kompetensi guru yang berujung pada meningkatnya kualitas peserta didik yang menjadi harapan mulia bersama dapat tercapai dengan baik. AMIIN.

Buku Sumber
Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Uzer Usman, Moh. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar